Sabtu, 26 April 2014

Rangkuman Novel Laskar Pelangi


                    



 
Ringkasan Novel  LASKAR PELANGI  

Tentang Sebuah SD Kampung.
Ini adalah novel pertama dari Andrea Hirata. Andrea Hirata berasal dari Belitong. Dan novel ini kabarnya adalah memoar masa kecilnya dan semua pelakunya adalah nyata. Laskar Pelangi adalah teman-teman masa kecilnya saat bersekolah di sekolah kampung yang miskin di Belitong. Tapi tidak disebutkan secara eksplisit dalam novel ini oleh Andrea Hirata bahwa ini adalah kisah nyata.


Laskar Pelangi adalah sosok teladan, selama kita juga mau peduli dengan keadaan sekitar. Seperti pelangi yang hadir selepas hujan. Diangkat dari kisah nyata yang dialami oleh penulis sendiri, buku “Laskar Pelangi” menceritakan kisah masa kecil anak-anak kampung dari suatu komunitas Melayu yang sangat miskin Belitung. Anak orang-orang ‘kecil’ ini mencoba memperbaiki masa depan dengan menempuh pendidikan dasar dan menengah di sebuah lembaga pendidikan yang puritan.


Bersebelahan dengan sebuah lembaga pendidikan yang dikelola dan difasilitasi begitu modern pada masanya,Namanya SD Muhammadiyah sekolah penulis ini, tampak begitu kumuh dibandingkan dengan sekolah-sekolah PN Timah (Perusahaan Negara Timah). Mereka, para narative Belitung ini tersudut dalam ironi yang sangat besar karena kemiskinannya justru berada di tengah-tengah gemah ripah kekayaan PN Timah yang mengeksploitasi tanah ulayat mereka.


Cerita ini terjadi di Desa Gantung, Kabupaten Gantung, Belitong Timur. Dimulai ketika sekolah Muhammadiyah terancam akan dibubarkan oleh Departemen pendidikan kabupaten Sumatra Selatan jikalau tidak mencapai siswabaru sejumlah 10 anak. Ketika itu baru 9 anak yang menghadiri upacara pembukaan, akan tetapi tepat ketika Pak Harfan, sang kepala sekolah, hendak berpidato untuk menutup sekolah, akan tetapi ternyata ada seorang anak dan ibunya yang bernama Harun dan ibunya datang untuk mendaftarkan diri di sekolah kecil itu.


Jika tak ada Harun, seorang anak berusia 15 tahun dengan keterbelakangan mental, yang disekolahkan oleh ibunya agar tidak cuma mengejar anak ayam di rumah, tentu tidak pernah terjadi kisah ini. Ikal tidak akan pernah bertemu, berteman satu kelas dengan Lintang, Mahar, Syahdan, A Kiong, Kucai, Borek alias Samson, Sahara, Trapani, dan Harun. Tidak akan pernah bertemu Bu Muslimah, guru penuh kasih namun penuh komitmen untuk mencerdaskan anak didiknya. Dan tidak akan pernah ada Laskar Pelangi, yang di musim hujan selalu melakukan ritual melihat pelangi sore hari dengan bertengger di dahan-dahan pohon filicium yang ada di depan kelas mereka.


Akan tetapi Kesulitan terus menerus membayangi sekolah kampung itu. Sekolah yang dibangun atas jiwa ikhlas dan kepeloporan dua orang guru yaitu Bapak Harfan Efendy Noor dan Ibu Muslimah Hafsari, seorang kepala sekolah yang sudah tua, Bapak Harfan Efendy Noor dan ibu guru muda, Ibu Muslimah Hafsari, yang juga sangat miskin, berusaha mempertahankan semangat besar pendidikan dengan terseok-seok.           


Sekolah yang dihidupi lewat uluran tangan para donatur di komunitas marjinal itu begitu miskin: gedung sekolah kumuh, ruang kelas beralas tanah, beratap bolong-bolong, berbangku seadanya, jika malam dipakai untuk menyimpan ternak, bahkan kapur tulis sekalipun terasa mahal bagi sekolah yang hanya mampu menggaji guru dan kepala sekolahnya dengan sekian kilo beras-sehingga para guru itu terpaksa menafkahi keluarganya dengan cara lain. Sang kepala sekolah mencangkul sebidang kebun dan sang ibu guru menerima jahitan.
Mulai dari sanalah dimulai cerita mereka. Mulai dari penempatan tempat duduk, pertemuan mereka dengan Pak Harfan, perkenalan mereka yang luar biasa di mana A Kiong yang malah cengar-cengir ketika ditanyakan namanya oleh guru mereka, Bu Mus. Dan kejadian bodoh yang dilakukan oleh Borek, pemilihan ketua kelas yang diprotes keras oleh Kucai, dan ada kejadian ditemukannya bakat luar biasa Mahar.
Pengalaman cinta pertama Ikal, sampai pertaruhan nyawa Lintang yang mengayuh sepeda 80 km pulang pergi dari rumahnya ke sekolah untuk mencari ilmu di sekolah itu. Kendati demikian, keajaiban seakan terjadi setiap hari di sekolah yang dari jauh tampak seperti bangunan yang akan roboh. Semuanya terjadi karena sejak hari pertama kelas satu sang kepala sekolah dan sang ibu guru muda yang hanya berijazah SKP (Sekolah Kepandaian Putri) telah berhasil mengambil hati sepuluh anak-anak kecil miskin itu.
Dari waktu ke waktu mereka berdua bahu membahu membesarkan hati kesepuluh anak-anak marjinal yang tadinya agar percaya diri, berani berkompetisi, agar menghargai dan menempatkan pendidikan sebagai hal yang sangat penting dalam hidup ini. Mereka mengajari kesepuluh muridnya agar tegar, tekun, tak mudah menyerah, dan gagah berani menghadapi kesulitan sebesar apapun.
Ternyata Kedua guru itu juga merupakan guru yang ulung sehingga menghasilkan seorang murid yang sangat pintar dan mereka mampu mengasah bakat beberapa murid lainnya. Pak Harfan dan Bu Mus juga mengajarkan cinta sesama dan mereka amat menyayangi kesepuluh muridnya. Kedua guru miskin itu memberi julukan kesebelas murid itu sebagai para Laskar Pelangi.


Ada lagi keajaiban terjadi ketika sekolah Muhamaddiyah, dipimpin oleh salah satu laskar pelangi mampu menjuarai karnaval mengalahkan sekolah PN dan keajaiban mencapai puncaknya ketika tiga orang anak anggota laskar pelangi (Ikal, Lintang, dan Sahara) berhasil menjuarai lomba cerdas cermat pada karnaval 17 Agustus mengalahkan sekolah-sekolah PN dan sekolah-sekolah negeri lainnya. Suatu prestasi yang puluhan tahun selalu digondol sekolah-sekolah PN.


Lalu hal yang tidak diduga oleh seluruh anak Laskar Pelangi ternyata ada seorang anak dari sekolah PN yang inggin sekolah di sekolah Muhamaddiyah itu.Dan sekarang anggota Laskar Pelangi menjadi sebelas orang dan kawanan ini, tak ayal, kejadian yang paling menyedihkan melanda sekolah Muhamaddiyah itu Laskar Pelangi mengarungi hari-hari dengan tertawa dan menangis bersama.
ketika Lintang, siswa paling jenius itu harus berhenti sekolah padahal cuma tinggal satu tahun lagi menyelesaikan SMP. Ia harus berhenti karena ia anak laki-laki tertua di keluarganya yang harus menghidupi keluarga sebab ketika itu ayahnya meninggal dunia.
Justru disekelilingnya PN Timah menjadi semakin kaya raya dengan cara mengekploitasi tanah leluhurnya. Meskipun awal tahun 90-an sekolah Muhamaddiyah itu akhirnya ditutup karena sama sekali sudah tidak bisa membiayai diri sendiri tapi semangat, integritas, keluruhan budi, dan ketekunan yang diajarkan Pak Harfan dan Bu Muslimah tetap hidup dalam hati para laskar pelangi.


Akhirnya kedua guru itu bisa berbangga karena diantara sebelas orang anggota laskar pelangi sekarang ada yang menjadi wakil rakyat, ada yang menjadi research and development manager di salah satu perusahaan multi nasional paling penting di negeri ini, ada yang mendapatkan bea siswa international kemudian melakukan research di University de Paris, Sorbonne dan lulus S2 dengan predikat with distinction dari sebuah universitas terkemuka di Inggris. Semua itu, buah dari pendidikan akhlak dan kecintaan intelektual yang ditanamkan oleh Bu Mus dan Pak Harfan. Kedua orang hebat yang mungkin bahkan belum pernah keluar dari pulau mereka sendiri di ujung paling Selatan Sumatera sana.
Banyak hal-hal inspiratif yang dimunculkan oleh novel ini. Novel ini memberikan contoh dan  untuk membukakan hati. Novel ini memperlihatkan bahwa di tangan seorang guru, kemiskinan dapat diubah menjadi kekuatan, keterbatasan bukanlah kendala untuk maju, dan pendidikan bermutu memiliki definisi dan dimensi yang sangat luas.
Paling tidak laskar pelangi dan sekolah miskin Muhamaddiyah menunjukkan bahwa pendidikan yang hebat sama sekali tak berhubungan dengan fasilitas. Terakhir cerita laskar pelangi memberitahu kita bahwa bahwa guru benar-benar seorang pahlawan tanpa tanda jasa.


Tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar